Lir Ilir bukanlah sekedar lagu dolanan, melainkan lagu sarat makna. Lir ilir ada
yang mengatakan dibuat Sunan Kalijogo, ada juga yang mengatakan Sunan Giri, ada
juga yang mengatakan Sunan Ampel, Wallahu a’lam !! Namun yang penting Lagu Lir
Ilir ini mencerminkan seruan para wali itu semua.
Lir ilir, lir ilir tandure wis sumilir
Tak ijo royo – royo Tak sengguh temanten anyar
Cah angon – cah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu – lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
Dododiro – dododiro kumitir bedah ing pinggir
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
Mumpung pandang rembulane – Mumpung jembar kalangane
Sun surak o surak hiyo
(Lir ilir, lir ilir tanamannya sudah mulai bersemi)
(Hijau Royo royo sedemikian menghijau bagaikan pengantin baru)
(wahai anak gembala – wahai anak gembala, panjatkan pohon blimbing itu)
(Biarpun licin tetaplah panjat demi untuk mencuci pakaian kebesaran)
(Pakain kebesaran-pakaian kebesaran tertiup angin dan terkoyak di pinggirnya)
(Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore)
(Selagi bulan bersinar terang – mumpung luas kesempatannya)
(Mari bersorak-sorak ayo…)
Sayup-sayup bangun dari tidur antara sadar dan masih ngantuk (lir ilir). Mencerminkan perkembangan agama Islam di tanah jawa yang mulai membuahkan hasil (tandure wis sumilir). Warna hijau menggambarkan agama Islam atau pemeluknya yang baru masuk islam berbodong-bondong, semakin banyak (tak ijo royo royo). Membawa kebahagiaan layaknya pasangan pengantin baru (tak sengguh Temanten anyar). Namun temanten anyar dapat dimaknai sebagai awal mula suatu perjanjian yang kuat antara dua karakter yang berbeda, sehingga perlu saling pengertian dalam mengarungi babak baru kehidupan. Temanten yang dimaksud adalah masyarakat dengan ajaran islam, ada juga yang memaknai raja-raja (penguasa) jawa yang baru masuk Islam.
Cah angon, mengapa yang dipilih oleh sang Wali dalam syairnya sebagai pemilik lakon adalah mereka (cah angon – cah angon) ? bukan para raja, para ksatria, jendral yang berasal dari kalagan ningrat atau pejabat ? Atau bukan para pelajar, para sastrawan atau seniman ? Karena sang Wali memahami hakikat para nabi dan rasul, layaknya gembala yang harus memperhatikan dan merawat gebalaannya, bukan hanya menyampaikan perintah, tetapi juga memastikan apa yang disampaikan dapat dipahami, sehingga membawa keselamatan umat manusia di dunia dan akhirat. Dalam satu riwayat disebutkan “Al-Imaamu Ro’in”, Ro’in dalam bahasa arab artinya secara bahasa penggembala dan secara urf (adat arab) juga untuk menyebut sebagai pemimpin. Sehingga cah angon yang dimaksud sang Wali bukanlah seruan kepada siapa pun untuk menjadi penguasa atau raja, tetapi lebih seruan kepada siapapun, khususnya bagi yang memiliki kekuasaan dapat untuk mampu menggembala dengan baik.
lalu kenapa yang harus diambil belimbing yang itu ? (penekno blimbing kuwi). Belimbing memiliki lima sisi, dalam bahasa sederhananya mengibaratkan ajaran islam. Untuk memudahkan masyarakat yang baru mempelajarinya, maka Islam dikompres dalam rukun islam yang lima (syahadat, sholat, shaum, zakat dan haji) sebelum melangkah lebih jauh lagi. Ambil yang itu dapat dimaknai sebagai belimbing yang masih di atas pohon, belum jatuh ke tanah dan kotor, makanya sang bocah angon diarahkan untuk mengambil ajaran islam sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw., sebagaimana yang blimbing yang masih ada di pohonnya. Ini adalan bentuk tholabun nushroh (permintaan bantuan) kepada para penguasa (raja-raja) di Jawa, agar mereka bersedia mengambil Islam dan menerapkannya agar diikuti oleh masyarakatnya.
Walaupun berat ujiannya, rintangannya dan tantangannya seperti adat istiadat serta sistem yang telah terbangun dimasyarakat (lunyu-lunyu). Untuk menerapkan islam secara kaffah, para pemilik kekuasaan diharap tetap istiqomah untuk menjadikan ajaran islam sebagai pedoman hidup (penekno). Ajaran itulah yang nantinya untuk membersihkan aqidah, kehidupan sosial, kewenangan berkuasa dan memimpin dan lainnya. (kanggo mbasuh dodotiro).
Bayangkan kain atau pakaian yang dijemuran dan tertiup angin, lalu sobek di pinggirannya. Maksudnya meskipun sudah ada aturan dan ajaran telah dilakukan, tetapi banyak masalah disana – sini, baik karena kesalahan dalam aidah, adat istiadat keliru yang dipelihara ataupun lainnya (Dodotiro – dodotiro kumitir Bedah ing pinggir). Maka betulkanlah penyimpangan-penyimpangan yang terjadi itu, mulai dari dirimu dan masyarakatmu (Dondomono jlumatono) untuk persiapan saat ajal kematianmu telah tiba (sebo mengko sore). Pesan dari para wali adalah para raja juga pasti akan mati dan akan menemui Allah SWT. Selain untuk mempertanggungjawabkan dirinya sendiri, mereka pun akan dimintai pertanggungjawaban atas masyarakat yang dipimpinnya.
Sang Wali mengingatkan agar para raja segera melaksanakannya, ketika jabatan dan kepemimpina ada dalam kuasanya. Sebab kesempatan melaksanakan ini akan hilang bila raja tersebut sudah tidak lagi menjadi penguasa. Dan selagi pintu penerimaan masyarakat terbuka serta masih banyak ulama yang bisa mendampinginya untuk memberikan nasehat dan masukan kepadanya (Mumpung padang rembulane – Mumpung jembar kalangane). Terakhir sang Wali megajak seluruh lapisan masyarakat untuk menyambut seruan baik itu dengan gembira dan suka cita (Sun surak o surak hiyo).
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” (Al-Anfal :25)
Setelah membaca, adakah merasa terpanggil dengan lagu lir-ilir ini ? atau malah akan turut menyemarakan nyanyian (seruan) hal yang sama seperti apa yang diserukan para wali kepada para penguasa ?
Salam Nglilir
mantaaaaaappp!!!!
ReplyDeletesaya baru tau!!
wah bagus bgt informasinya..
sip deh...sangUL..lanjutkan!! :)