Hidup ini penuh dengan tekanan atau stressor. Tidak semua yang kita inginkan sesuai dengan kenyataan yang ada. Banyak orang yang mampu menghadapi berbagai situasi tanpa rasa tertekan. Namun menghadapi tekanan merupakan tantangan untuk dapat melewatinya. Ada diantara kita yang setiap bertemu pada suatu kondisi tertentu, langsung merasakan kejenuhan, rasa tertekan, atau bahkan ada yang berujung pada keputusasaan dan nekat mengakhiri hidupnya (bunuh diri). Setiap peristiwa tentu memiliki dampak psikologis yang berbeda pada setiap orang. Karena setiap orang memiliki ambang stress yang tentu berbeda. Semakin besar ambang stress yang dimiliki seseorang, maka akan semakin kuat pula orang tersebut dalam menghadapai dan menjalani berbagai situasi yang ada dalam hidupnya. Pendidikan, perhatian lingkungan terdekat, keimanan, serta pengetahuan dan pengalaman yang didapat seseorang merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besar atau kecilnya seseorang dalam mengatur ambang s
Sekapur Arang :
BANYAK orang bertanya-tanya dari mana asal
kata “bekasi”. Saya dan anda juga mungkin punya rasa penasaran yang sama
tentang bagaimana asal muasal Kota Bekasi yang sudah kita jadikan rumah tinggal
selama bertahun-tahun.
Batang Tubuh :
Berbicara tentang sejarah Bekasi marilah kita
awali dengan mengutif pendapat Poerbatjaraka (seorang ahli bahasa Sansekerta
dan Jawa Kuno). Menurut penelusuran Poerbatjaraka, kata “Bekasi “ secara
filologis, berasal dari kata Candrabhaga; Candra berarti
“bulan” (sama dengan kata sasi, dalam bahasa Jawa Kuno) dan Bhaga
berarti bagian. Jadi, secara etimologis kata Candrabhaga berarti bagian dari
bulan.
Entah bagaimana, perkembangan selanjutnya
pelafalan kata Candrabhaga berubah menjadi Sasibhaga dan
kemudian Bhagasasi. Pengucapan
kedua kata tersebut sering disingkat menjadi Bhagasi. Pemerintah
kolonial Belanda sering menulis kata Bhagasi dengan Baccasie.
Seiring dengan perkembangan Bahasa Indonesia, kata Baccasie
berubah menjadi Bekasi sampai sekarang ini
(1988: 38).
Penelusuran Poerbatjaraka ini memang banyak
diragukan validitasnya oleh kalangan ahli sejarah dan bahasa, karena tidak
berdasarkan penelitian geomorfologi, melainkan hanya bersandar pada kerangka
filologi semata. Namun, setidaknya hasil penelusuran Poerbatjaraka dapat
dijadikan sebagai petunjuk awal asal muasal munculnya kata “bekasi”.
Setidaknya, penelusuran ini dapat mengurangi sedikit kepenasaran saya ataupun warga
bekasi mengenai asal muasal kata “bekasi”.
Walaupun tidak ada bukti sejarah yang
sangat kuat berupa peninggalan artefak atau prasasti, penamaan bekasi diyakini dimulai
sejak zaman Kerajaan Tarumanegara, sekitar abad ke-5 Masehi. Letak
Kerajaan Tarumanegara diduga kuat berada di sepanjang sungai Tarum atau yang
lebih dikenal dengan sebutan sungai Citarum. Luas wilayahnya meliputi adalah Jakarta sekarang, daerah Bogor dan Banten Selatan.
Sekarang ini, nama Tarum digunakan untuk
menamakan aliran sungai buatan yang dikenal warga dengan nama sungai
Kalimalang. Sebenarnya nama sungai Kalimalang lebih tepat digunakan mulai dari aliran
sekitar Mall Giant (Bekasi Barat) ke arah Jakarta .
Sedangkan nama aliran sungai dari Giant ke arah Cikarang sampai ke Purwakarta
namanya lebih tepat adalah Aliran Sungai Tarum Barat.
Dari penamaan sungai ini munculah dugaan
keterkaitan antara Kerajaan Tarumanegara dengan Bekasi. Meskipun tidak
menggunakan metode historis yang lebih sahih dan ilmiah, setidaknya logika
empiris, untuk saat ini dapat menjadi kesimpulan awal dari keberadaan Bekasi di
zaman Kerajaan Tarumanegara. Ditambah lagi temuan para arkeolog yang
menemukan Prasasti Tugu di daerah Cilincing, Jakarta (entah tahun berapa
?), pada salah satu isi tulisan dalam prasasti tersebut memiliki keterkaitan
logika dengan penelusuran Poerbatjaraka, disebutkan dalam alinea pertama
tertulis :
“Dahulu
kali yang bernama Kali Candrabhaga digali oleh Maharaja
Yang Mulia Purnawarman, yang mengalir hingga ke laut…..”.
Selebihnya memang belum ditemukan bukti yang
lebih kuat keberadaan Bekasi dengan Kerajaan Tarumanegara.
Setelah masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara
mulai menurun, muncul dua kerajaan besar di sekitar wilayah Jawa Barat, yakni
Kerajaan Galuh dan Kerajaan Pajajaran. Di antara kedua kerajaan tersebut, yang
memiliki pengaruh yang cukup kuat hingga daerah Bekasi adalah Kerajaan
Pajajaran (Rohaedi,1975:31).
Kerajaan Padjadjaran didirikan pada masa
pemerintahan Sribaduga Maharaja pada tahun 1255 Caka atau 1333 Masehi.
Tanda pendirian pusat Kerajaan Pajajaran ini tertuang dalam situs sejarah
Batu Tulis, yang ditemukan di daerah Bogor .
Bekasi menjadi kota
yang sangat penting bagi Kerajaan Pajajaran. Menurut Sutarga, wilayah
Kerajaan Pajajaran banyak dilalui aliran sungai besar yakni sungai Ciliwung dan
Cisadane yang menjadi urat nadi transportasi yang menghubungkan jalur
antar kota seperti Bekasi, Karawang, Sunda Kelapa, Tangerang dan Mahaten
atau Banten Sorasoan (1965: 20).
Sekilas Info :
Bekasi tempo dulu memang banyak dilalui oleh
sungai-sungai besar dan rawa-rawa yang terhampar luas. Bahkan sekitar
tahun 1940 an – 1960 an, di Bekasi sering diadakan perlombaan perahu naga di
sungai-sungai atau rawa-rawa. Sekarang ini banyak rawa yang hilang digantikan
oleh perumahan dan mall-mall. Salah satu rawa tersebut berada di sekitar Jalan
Cut Meutia yang sekarang menjadi bangunan mall dan apartment Blue Ocean
atau lebih dikenal dengan Carefour.
Dalam kenangan para sepuh Bekasi, sungai dan rawa
juga menjadi habitat ikan gabus. Karena itu, Bekasi sangat terkenal dengan
masakan ikan gabusnya yang sangat lezat. Konon masakan ikan gabus sekarang ini
tidak selezat tempo dulu. Karena hampir semua pasokan ikan gabus saat ini diperoleh
dari kolam buatan bukan dari habitat aslinya. Karena itu dagingnya tidak lagi
serenyah ikan yang diambil dari rawa-rawa.
Sumber :
http://bloggerbekasi.com/2010/01/04/sejarah-panjang-bekasi-i.html
Comments
Post a Comment