Hidup ini penuh dengan tekanan atau stressor. Tidak semua yang kita inginkan sesuai dengan kenyataan yang ada. Banyak orang yang mampu menghadapi berbagai situasi tanpa rasa tertekan. Namun menghadapi tekanan merupakan tantangan untuk dapat melewatinya. Ada diantara kita yang setiap bertemu pada suatu kondisi tertentu, langsung merasakan kejenuhan, rasa tertekan, atau bahkan ada yang berujung pada keputusasaan dan nekat mengakhiri hidupnya (bunuh diri). Setiap peristiwa tentu memiliki dampak psikologis yang berbeda pada setiap orang. Karena setiap orang memiliki ambang stress yang tentu berbeda. Semakin besar ambang stress yang dimiliki seseorang, maka akan semakin kuat pula orang tersebut dalam menghadapai dan menjalani berbagai situasi yang ada dalam hidupnya. Pendidikan, perhatian lingkungan terdekat, keimanan, serta pengetahuan dan pengalaman yang didapat seseorang merupakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besar atau kecilnya seseorang dalam mengatur ambang s
Sejak berkembangnya dunia entertainment, khususnya
per-film-an, banyak rumah-rumah produksi per-film-an berlomba-lomba membuat
film yang menarik untuk mereguk keuntungan sebesar-besarnya tentunya, dengan
tidak pandang apa kontennya dan siapa sasarannya. Lalu bagi ’seniman-seniman’
dunia tersebut ada ajang penghargaan semisal piala Oscar di Amerika, atau piala
Citra di Indonesia. Sayangnya yang dinilai adalah seberapa besar jumlah
penontonnya atau hal-hal lainnya yang justru meningkatkan gairah mereka
berproduksi, apapun filmnya asalkan laku di ’pasaran’. Namun bukan hal itu yang
menjadi inti masalah bagi seorang muslim tentunya, melainkan bagaimana bila
film-film yang dibuat oleh mereka ditayangkan
di bioskop lalu kaum muslimin pun berbondong-bondong memasuki gedung bioskop
sekedar untuk menikimatinya ?
Nonton di
Bioskop
Memasuki gedung
bioskop untuk melihat film-film yang serius dan bermanfaat (dalam pandangan
syara’) itu boleh, sebagaimana halnya dalam pertemuan-pertemuan dan
seminar-seminar, dengan syarat tempat duduk kelompok putri terpisah dari tempat
duduk putra tentunya. Oleh karena itu, hukumnya adalah jaiz (boleh), dengan
syarat filmnya adalah film yang manfaat (dalam pandangan syara’) dan tempat
duduk pria dengan wanita infishol (terpisah tempat duduk antara kelompok
putri dengan kelompok putra).
Jadi kebolehan
ini hanya kalau memenuhi syarat-syarat di atas. Sekalipun boleh, namun lebih
utama untuk ditinggalkan (tidak dilakukan) karena khawatir kalau-kalau mata
melihat sebagian aurat dari para wanita yang hadir, juga karena khawatir
kalau-kalau telinga mendengar hal-hal yang tidak baik dari para penonton yang
ada di ruangan itu. Bukankah saat ini perkembangan teknologi sudah semakin
cepat ? sehingga satu bulan atau bahkan kurang dari waktu tersebut film-film itu
pun dapat kita nikmati melalui berbagai media lainnya, semisal VCD/DVD, men-download
dari internet atau lainnya. Jadi aktivitas menonton di bioskop tidak lebih dari
menyia-nyiakan waktu luang kita hanya sekedar untuk memuaskan dorongan gharizah
baqa (ke-eksis-an) kita agar tidak ketinggalan cerita dengan
manusia-manusia lainnya ketika sedang memperbincangkan film tersebut, yang pada
hakikatnya hanya hiburan dan tidak memiliki urgensitas sama sekali terhadap
bangkit atau tidaknya kaum muslimin.
Adegan ‘Panas’
Adapun melihat
pertunjukan film panas atau yang merangsang gharizah an nau’ (hasrat
seksual), melalui media apa pun, maka hal itu tidak dibolehkan. Meskipun yang
dilihat itu hanyalah gambar atau bukan tubuh yang sebenarnya, karena film atau ‘seni’
yang semisal ini sebenarnya dipengaruhi oleh mafhum /pemahaman tersendiri (hadlarah
di luar islam). Selain itu kaidah syara’ terkait masalah ini menyatakan :
اَÙ„ْÙˆَسِÙŠْÙ„َØ©ُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ اْÙ„Øَرَامِ Øَرَامٌ
“Sarana yang
menghantarkan kepada perbuatan haram adalah haram.”
Dalam kaidah ini
tidak disyaratkan bahwa sarana itu harus membawa kepada keharaman secara pasti
(qot’iy), tapi dengan dugaan kuat (gholabatu adz dzan) bahwa
sarana seperti itu akan menghantarkan pada perbuatan haram, maka itu pun sudah
cukup. Sementara pertunjukkan film-film seperti itu diduga kuat dapat membawa
mereka yang hadir atau menyaksikannya kepada tindakan haram, sehingga kaidah
tersebut dapat diterapkan pada kasus ini. Maka dari itu, tidak boleh untuk
menghadirinya (menontonnya) dan berdiam di dalamnya.
Saudaraku ketahuilah
bahwa sesungguhnya sebagian besar orang yang menghadiri pertunjukkan film
seperti itu hanyalah orang-orang yang jatuh dalam hura-hura (yang tidak lain
adalah sampah masyarakat) dimana perintah dan larangan tidak lagi bermanfaat
bagi mereka, kecuali bagi orang yang mendapat rahmat dari Rabb-nya.
Sikap Seorang
Muslim
Kita mungkin sedih
melihat kondisi umat islam yang terjerumus dalam perilaku yang ‘sakit’ ini. Sebagai
saudara dan sebagai masyarakat, kita memang harus berusaha semaksimal mungkin menjauhkan
mereka yang ‘sakit’ ini dari kebiasaannya itu. Tidak bosan-bosan mengingatkan
mereka terhadap perintah dan larangan-Nya, serta memilih cara-cara yang sesuai
(tepat) dalam mengupayakan sesuatu yang bisa kita lakukan, semoga Allah pun membimbing
saudara kita. Namun, jika kaum muslimin memiliki cara yang kuat, yang mampu
menghalangi dan bijak, misalnya dengan mempengaruhi pemerintah untuk menarik
film tersebut dari peredaran dan meng-hukum-i yang menyebarkannya. Semoga dengan
upaya-upaya tersebut kita berhak mendapatkan pahala, insya Allah dengan
izin-Nya.
Sudah selayaknya
bagi umat Islam tidak menyisihkan waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan yang
tak ada gunanya, apalagi sampai mencari hiburan yang jatuh pada keharaman !
Wahai saudara
ku, Kaum muslimin pada hari ini sesungguhnya tengah dikepung oleh berbagai
keburukan dari segala penjuru karena lenyapnya khilafah mereka. Sungguh kebanyakan dari kaum muslim pun saat ini
benar-benar telah begitu mencintai dunia. Banyak saudara kita, atau bahkan diri
kita terkadang kerap kali dibutakan oleh hawa nafsu, sehingga tidak lagi
bersikap teguh dan terikat dengan hukum syariat Allah. Akibatnya, banyak diantara
kita, kaum muslimin, baik yang secara sadar atau pun tidak sadar, ternyata
telah dikuasai oleh orang-orang kafir baik Yahudi, Nasrani maupun lainnya yang
benci dengan tegaknya islam di muka bumi, meskipun hanya sebatas mengikuti gaya
hidup mereka.
Wahai saudaraku sudah menjadi kewajiban bagi kita
untuk menghadapi siapapun juga, termasuk umat Islam (yang sedang sakit) ini, dengan
sikap yang kuat dan bijaksana, untuk menasehati mereka agar memenuhi waktu
mereka dengan berbagai perbuatan baik. Juga keuletan dan kesungguhan kita dalam
beramal untuk mengembalikan khilafah, dan menyelamatkan umat dari
keburukan-keburukan yang dihadapinya ini sangat diharapkan !
Penambahan
dan pengurangan yang dilakukan semoga tidak mengurangi maksud yang ingin
disampaikan. (sumber : http://hizb-ut-tahrir.info)
Comments
Post a Comment