Seorang dosen pasca sarjana Universitas Paramadina, dalam orasinya saat acara Kongres Mahasiswa Islam Indonesia (KMII) pada Oktober 2009 lalu di Jakarta, menjelaskan tentang bagaimana melimpahnya potensi sumber daya hutan Indonesia. Beliau menyampaikan bahwa dari pendapatan hutan, bila dikelola dengan metode yang paling lestari dan sesuai dengan syariat islam, meskipun dengan hanya menebang sebanyak 5% pohon pada setiap hektarnya dari sekitar 104 juta hektar luas hutan Indonesia pertahunnya, maka akan mendapat laba bersih sekitar 2.080 triliun. Sejumlah angka yang fantastis, mengingat jumlah APBN negeri 0r4n94n3h pada tahun ini saja (2009-red), hanya berjumlah sekitar 1.000 triliun. Dan itu belum ditambah dengan pendapatan dari sumber daya alam lainnya yang ada di laut dan darat, seperti perikanan, perkebunan, atau tambang mineral dan energi.
Hanya saja, entah karena masih banyaknya aparat di negeri 0r4n94n3h yang bodoh atau tamak dibanding dengan aparat negeri yang memiliki tujuan memuliakan serta menjaga martabat dan kehormatan negeri, sehingga kerap negara ini selalu dinyatakan mengalami kerugian dan kerap mengemis dari negara atau lembaga funding. Satu contoh sederhana, dengan diiming-imingi akan membuka lapangan kerja di perkebunan bagi warga setempat, aparat dengan senang hati memeberikan konsensi-pengelolaan hutan- kepada asing.
Di salah satu provinsi di Indonesia misalnya, dengan keluarnya izin investasi perkebunan, sebuah perusahaan asing langsung mendapat untung ‘cuma-cuma’ Rp. 7,4 triliun. Hal itu bisa terjadi setelah perusahaan tersebut mendapatkan konsesi sebesar 20.000 hektar hutan. Al hasil dengan menebang seluruh hutan seluas 20.000 hektar tersebut dengan dalih untuk membuka lahan buat perkebunan, nyatanya perusahaan asing tersebut telah mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 7,4 triliun. Bahkan hal tersebut diperoleh sebelum perusahaan membuka lahan perkebunan dan mempekerjakan warga setempat, karena di setiap hektarnya keuntungan yang didapat dari hasil ‘membuka’ lahan Rp. 400 juta. Sementara untuk membangun kebun yang dijanjikan (buat investasi lapangan kerja), perusahaan tersebut hanya perlu mengeluarkan modal sekitar Rp. 30 juta perhektarnya. Dengan kata lain, sebenarnya perusahaan tersebut membangun usahanya praktis tanpa perlu mengeluarkan modal !
Wahai saudaraku, kondisi seperti inilah yang kerap dimanfaatkan oleh para korporasi global untuk melobi para politisi negeri 0r4n94n3h untuk membuat aturan semisal undang-undang, yang justru semakin memudahkan dan melegalkan pihak-pihak asing ‘merampok’ kekayaan alam, atau pun menghancurkan martabat dan kehormatan dari negeri 0r4n94n3h.
Wahai saudara 0r4n94n3h, ketahuilah dalam Undang-Undang Dasar negara 0r4n94n3h sebenarnya juga telah disebutkan bahwa sumber daya alam mesti dikelola negara demi kemakmuran rakyatnya. Hal ini sebenarnya telah dipahami oleh para pendiri bangsa ini yang sadar bahwa Allah SWT dan rasul-Nya telah mewajibkan pengelolaan sumber daya alam oleh Negara untuk kesejahteraan publik, serta tidak boleh memberikan konsesi pengelolaannya kepada swasta. Baik dalam negeri maupun asing. “Manusia berserikat dalam tiga hal, air, api dan padang gembalaan” (HR.Ahmad & Abu Dawud).
Salam sadar
Comments
Post a Comment